November 27, 2011

Relieving or Avoiding Stress

For all of my team members, here is the conversation text for tomorrow's role playing. Be sure to read it carefully and try to memorize it. Each dialogue isn't really long, rather short, so i think, you won't have any problem remembering it all. If you have something to ask me, please write your comment on the comment box below. Thanks.

Narrator: Widi, Bayu, and Dwijo are hanging out together at a caffee. While they are waiting for Dhaniya to come, Widi opens a conversation about Stress.

Widi: Dwijo, do you think this week is so stressful for us? With all assignments we get, I am sure you also feel so stressful. How do you relieve your stress.

Dwijo: Easy my friend. To relieve stress, I usually do something I like, such as playing video game or sports.

Widi: How about you, Bayu?

Bayu: Sorry my friend, but I never feel so stressful in my life. At least, not as bad as you two.

Dwijo: Really? How come?!

Widi: I agree with him, Bayu. How come?!

Bayu: Always try to be calmed, and plan everything wisely. If your stress comes from so many assignments and homeworks, try to finish it all before the deadlines. Everything has to be planned very well, at least well enough. That’s how I never feel so stressful because of homeworks.

Widi: That’s good. I’ll try it later.

Dwijo: Yeah, me too.

Narrator: Not long after that, Dhaniya comes.

Dhaniya: Hi guys, sorry I’m late. I was trapped in traffic jam.

Widi: Well, we are discussing about how to relieve our stress. I have heard Bayu and Dwijo’s opinions. What about yours?!

Dwijo: Dhaniya? Relieving stress? I don’t think so.

Dhaniya: What makes you think like that Dwijo?

Dwijo: Just look at your face Dhaniya, even without a problem your face always looks so stressed.

Dwijo, Widi, Bayu: (laughing)

Dhaniya: That’s not funny, guys!

Widi: Just kidding. So, we still want to hear about your opinion Dhaniya.

Bayu: Yep! Tell us how you deal with your stress.

Dhaniya: I always come to see my boyfriend, tell him what bothers me, and the stress goes away.

Dwijo: Just like that?

Dhaniya: Yeah, just like that.
Bayu: That’s…. boring.

Widi: I think Dhaniya’s method will work better to me than Dwijo’s or Bayu’s method. I’ll see my girlfriend when I feel so stressful.

Bayu, Dwijo, Widi, and Dhaniya: (laughing)

For the narrator, i think we should ask a valounteer from one of other classmates. Because this is a role play, it'll be better if we include a narrator to explain how the story goes. But, i am a flexible man. If you have any objection, write it on the comment box bellow. We'll discuss about it further tomorrow.

November 24, 2011

Pendekar Biru - Episode 2

- Episode 2: Kutukan Tiga Roda -

"Pak, saya ingetin sekali lagi ya pak! Jangan mendekati saya, atau semua bulu kaki bapak akan saya rontokkan!", ujar si pemuda sambil menghunuskan pedangnya ke arah si bapak banci.

Si bapak banci bukannya takut malah semakin terkekeh-kekeh kegelian. Begitu pula dengan bapak-bapak, yang kelihatannya kadar kebanciannya sama dengan bapak berpita pink itu.

"Eh, bang! Gede juga kamu punya barang. Apa "barang" kamu juga sama gedenya?", tanya si bapak terkekeh.

Si pemuda mukanya memerah. Dia merasa terhina, dilecehkan, dan dihancurkan martabatnya akan seorang pria sejati. Di usungkannya kembali pedang panjangnya itu ke sarungnya. Dia kemudian membuat kuda-kuda.

"Pedangku terlalu berharga untuk mencukur bulu kaki kau, banci tua! Ayo! Akan kucabuti bulu kaki mu itu dengan tangan kosong!", si pemuda biru menantang.

"Hahahaha!", sambil tertawa-tawa lelaki tua berpita pink itu meloncat dengan cepat ke arah si pemuda. Dengan cepat dia melontarkan tendangan dari udara.

Melihat tendangan si pak tua yang berbahaya, si pemuda tentu tidak tinggal diam. Dengan sigap dia bersalto satu kali kebelakang, tendangan pak tua itu pun meleset. Kaki si pemuda pun dengan refleks mengambil satu langkah dan menyerang balik dengan pukulan lurus ke dada lawan. Rupa-rupanya, pak tua ini pun bukanlah pesilat amatiran, pukulan balik si pemuda denga mudah di tangkisnya dengan kaki kirinya. Si pemuda mundur selangkah.

"Hebat juga kau pak tua! Banci-banci sekarang ternyata jago ilmu kanuragan!", si pemuda mengutarakan kekagumannya dengan cara yang aneh.

"Hahahahaha! Baru tau dia, kita belajar silat biar bisa lawan lekong-lekong yang jahat ma kita", si pak tua tidak henti-hentinya terkekeh.

"Hiat!", teriakan si pemuda menghentak. Si pak tua yang sedang lengah kelabakan, dia sama sekali tidak mengira akan serang mendadak dari si pemuda. Bogem mentah pun kena telak menghujam wajah si banci tua. Tiga gigi pun berhamburan.

"Stop!", terdengar teriakan dari belakang si pemuda.

Pendekar muda itu pun menghentikan jurusnya. Sementara si banci tua masih tersungkur di tanah. Darah segar menetes dari tiga lubang yang di akibatkan oleh pukulan keras pemuda itu. Sungguh ironi, kakek tua yang giginya hampir habis, terpaksa harus kehilangan sisa gigi-giginya akibat berkelahi dengan seorang pendekar muda yang tangguh.

"Tolong lah kisanak, kisanak jangan marah, mari kita masuk ke dalam dan kami akan ceritakan masalah yang sebenarnya", mohon seorang wanita yang tadi berteriak.

"Baiklah, tapi... apakah nanti saya disuguhi teh? Kalau bisa makanan juga, soalnya saya sudah sangat lapar", ujar si pendekar menyetujui.

"Aduh, mas. Itu gampang, yang penting kita bicara dulu di dalam. Bapak! Ayo bapak cepat berdiri, kita ceritakan masalah yang sesungguhnya", ujar si wanita itu sambil membantu banci tua berdiri.

Si pemuda pun masuk kedalam rumah wanita itu, diikuti oleh seluruh warga yang sedari tadi menyaksikan perkelahian si pemuda dengan banci tua. Setelah makan dan minum sampai puas, si pemuda pun bertanya apa maksud dari semua ini. Kenapa semua pria di kampung ini berkelakuan seperti banci, dan kenapa semua wanita disini sangat pendiam dan cuek.

"Ini berawal ketika seorang pendekar sakti bernama Tiga Roda datang ke desa kami", ujar si wanita.

"Sebentar bu, sebelum itu ada baiknya kita berkenalan dulu, karena susah juga kalau bercakap-cakap, tapi tidak mengenal nama masing-masing. Bagaimana?", si pemuda malah bertanya nama si ibu.

"Aduh, den. Baiklah. Nama saya Sukma. Dan pria tua yang aden lawan barusan adalah bapak saya, namanya Ki Joko. Kalau nama aden sendiri siapa?", ujar Sukma.

"Saya Arya Kamandanu, namu saya lebih dikenal denga julukan Pendekar Biru", si pemuda memperkenalkan diri.

"Baiklah, aden Arya. Jadi ketika si pendekar Tiga Roda ini...".

"Neng.. maaf ya neng, tapi bisa dijeda nggak ceritanya? Soalnya saya kebelet ingin buang hajat. Nggak baik kan kalau hajat mau dibuang di tahan-tahan, ntar kalo bocor di celana gimana?", Arya lagi-lagi memotong pembicaraan Sukma.

Sukma cuman bisa menggeleng-geleng dan mengelus-elus dada.

- Episode 2: Kutukan Tiga Roda -

"Makanya den Arya, kalo makan itu seadanya aja. Jadi kalo dalam ha penting begini nggak kebelet mau buang air! Bang Joni! Tolong nih, anterin den Arya ke jamban terdekat!", ujar Sukma.

"Hehehe... maaf ya merepotkan", Arya hanya bisa tersipu-sipu sambil berlalu cepat meninggalkan Sukma dan warga desa.

"Sukma, kamu yakin pemuda itu bisa menolong kita?", ujar seorang banci pria lainnya.

"Kalau memang benar dia adalah si Pendekar Biru, mungkin dia lah satu-satunya harapan kita untuk terlepas dari kutukan Tiga Roda", ujar Sukma.

- Bersambung...

November 23, 2011

Renaldy, Mantan Artis Cilik Transgender

Iseng-iseng buka Yahoo! OMG ada satu berita yang menarik mata saya sesaat setelah saya melihatnya. Judulnya "Renaldy, Artis Cilik Yang Memilih Menjadi Transgender". Weleh-weleh, kurang lebih itu ekspresi saya saat itu, apalagi ya yang terjadi di dunia ini? Setelah membaca artikel tersebut, barulah saya ingat bahwa Renaldy ini dulunya adalah seorang artis cilik yang lumayan tenar dan sering muncul di stasiun-stasiun televisi swasta pada tahun 90-an.

Dikutip dari Yahoo! OMG, inilah pernyataan yang terlontar dari mulut "Dena" ketika ditanya mengapa memilih untuk berganti gender.

It's a gradual phase. Saya selalu merasakan sesuatu yang berbeda sejak kecil. Katakanlah sejak lima tahun. I know it sounds so typical, tapi itulah yang aku rasakan. Tidak ada seorang pun yang benar-benar bisa merasakan apa yang aku rasakan. Let them talk!

Kalo dipandang dari perspektif hak asasi manusia sih, sah-sah saja untuk berganti gender, dari lelaki menjadi wanita, ataupun sebaliknya, dari wanita menjadi laki-laki. Namun, apabila kita sedikit mendelik dalam unsur kerohanian atau agamis, tentu hal ini merupakan hal yang dilarang. Mengubah sesuatu yang sudah diberikan oleh tuhan semenjak lahir dianggap sebagai tindakan "tidak mensyukuri" akan nikmat yang sudah diberikan.

Salahkah Renaldy? Toh, dengan berganti kelamin, tidak ada pihak tertentu yang dirugikan, mungkin itu yang akan dikatakan oleh kaum liberalis dan lainnya. Untuk hal ini, jujur saja saya tidak bisa memberikan sebuah penilaian. Berdasarkan pernyataannya tersebut, si doi memang sudah semenjak lama merasa tidak nyaman dalam "bentuk" kelaki-lakiannya. Dia merasa lebih bisa menikmati hidup ketika menjadi perempuan. Membayangkan diri sendiri dalam posisi seperti itu saja sudah membuat bulu kuduk saya merinding. Di sisi lain, sudah muak dan tidak betah dengan keadaan diri sekarang, namun disisi lain, takut untuk melakukan perubahan karena adanya tekanan dari norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

Satu hal yang saya salut dari Renaldy adalah, dia berani mendobrak batasan tersebut dan dengan terang-terangan mengambil sebuah keputusan, yang walaupun sulit, pastinya akan mengubah hidup dan cara orang sekitar memandangnya. Bukannya saya mendukung transgenderisasi. Kebulatan tekad dan keteguhan akan keinginan untuk menjalani hidup sesuai dengan yang kita inginkan tanpa kekangan, itulah yang ingin sampaikan. Dan hal ini yang sering tidak kita jumpai pada kebanyakan orang.

Hanya sebuah pendapat picisan dariku akan hal-hal yang menarik perhatianku.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India