- Episode 2: Kutukan Tiga Roda -
"Pak, saya ingetin sekali lagi ya pak! Jangan mendekati saya, atau semua bulu kaki bapak akan saya rontokkan!", ujar si pemuda sambil menghunuskan pedangnya ke arah si bapak banci.
Si bapak banci bukannya takut malah semakin terkekeh-kekeh kegelian. Begitu pula dengan bapak-bapak, yang kelihatannya kadar kebanciannya sama dengan bapak berpita pink itu.
"Eh, bang! Gede juga kamu punya barang. Apa "barang" kamu juga sama gedenya?", tanya si bapak terkekeh.
Si pemuda mukanya memerah. Dia merasa terhina, dilecehkan, dan dihancurkan martabatnya akan seorang pria sejati. Di usungkannya kembali pedang panjangnya itu ke sarungnya. Dia kemudian membuat kuda-kuda.
"Pedangku terlalu berharga untuk mencukur bulu kaki kau, banci tua! Ayo! Akan kucabuti bulu kaki mu itu dengan tangan kosong!", si pemuda biru menantang.
"Hahahaha!", sambil tertawa-tawa lelaki tua berpita pink itu meloncat dengan cepat ke arah si pemuda. Dengan cepat dia melontarkan tendangan dari udara.
Melihat tendangan si pak tua yang berbahaya, si pemuda tentu tidak tinggal diam. Dengan sigap dia bersalto satu kali kebelakang, tendangan pak tua itu pun meleset. Kaki si pemuda pun dengan refleks mengambil satu langkah dan menyerang balik dengan pukulan lurus ke dada lawan. Rupa-rupanya, pak tua ini pun bukanlah pesilat amatiran, pukulan balik si pemuda denga mudah di tangkisnya dengan kaki kirinya. Si pemuda mundur selangkah.
"Hebat juga kau pak tua! Banci-banci sekarang ternyata jago ilmu kanuragan!", si pemuda mengutarakan kekagumannya dengan cara yang aneh.
"Hahahahaha! Baru tau dia, kita belajar silat biar bisa lawan lekong-lekong yang jahat ma kita", si pak tua tidak henti-hentinya terkekeh.
"Hiat!", teriakan si pemuda menghentak. Si pak tua yang sedang lengah kelabakan, dia sama sekali tidak mengira akan serang mendadak dari si pemuda. Bogem mentah pun kena telak menghujam wajah si banci tua. Tiga gigi pun berhamburan.
"Stop!", terdengar teriakan dari belakang si pemuda.
Pendekar muda itu pun menghentikan jurusnya. Sementara si banci tua masih tersungkur di tanah. Darah segar menetes dari tiga lubang yang di akibatkan oleh pukulan keras pemuda itu. Sungguh ironi, kakek tua yang giginya hampir habis, terpaksa harus kehilangan sisa gigi-giginya akibat berkelahi dengan seorang pendekar muda yang tangguh.
"Tolong lah kisanak, kisanak jangan marah, mari kita masuk ke dalam dan kami akan ceritakan masalah yang sebenarnya", mohon seorang wanita yang tadi berteriak.
"Baiklah, tapi... apakah nanti saya disuguhi teh? Kalau bisa makanan juga, soalnya saya sudah sangat lapar", ujar si pendekar menyetujui.
"Aduh, mas. Itu gampang, yang penting kita bicara dulu di dalam. Bapak! Ayo bapak cepat berdiri, kita ceritakan masalah yang sesungguhnya", ujar si wanita itu sambil membantu banci tua berdiri.
Si pemuda pun masuk kedalam rumah wanita itu, diikuti oleh seluruh warga yang sedari tadi menyaksikan perkelahian si pemuda dengan banci tua. Setelah makan dan minum sampai puas, si pemuda pun bertanya apa maksud dari semua ini. Kenapa semua pria di kampung ini berkelakuan seperti banci, dan kenapa semua wanita disini sangat pendiam dan cuek.
"Ini berawal ketika seorang pendekar sakti bernama Tiga Roda datang ke desa kami", ujar si wanita.
"Sebentar bu, sebelum itu ada baiknya kita berkenalan dulu, karena susah juga kalau bercakap-cakap, tapi tidak mengenal nama masing-masing. Bagaimana?", si pemuda malah bertanya nama si ibu.
"Aduh, den. Baiklah. Nama saya Sukma. Dan pria tua yang aden lawan barusan adalah bapak saya, namanya Ki Joko. Kalau nama aden sendiri siapa?", ujar Sukma.
"Saya Arya Kamandanu, namu saya lebih dikenal denga julukan Pendekar Biru", si pemuda memperkenalkan diri.
"Baiklah, aden Arya. Jadi ketika si pendekar Tiga Roda ini...".
"Neng.. maaf ya neng, tapi bisa dijeda nggak ceritanya? Soalnya saya kebelet ingin buang hajat. Nggak baik kan kalau hajat mau dibuang di tahan-tahan, ntar kalo bocor di celana gimana?", Arya lagi-lagi memotong pembicaraan Sukma.
Sukma cuman bisa menggeleng-geleng dan mengelus-elus dada.
- Episode 2: Kutukan Tiga Roda -
"Makanya den Arya, kalo makan itu seadanya aja. Jadi kalo dalam ha penting begini nggak kebelet mau buang air! Bang Joni! Tolong nih, anterin den Arya ke jamban terdekat!", ujar Sukma.
"Hehehe... maaf ya merepotkan", Arya hanya bisa tersipu-sipu sambil berlalu cepat meninggalkan Sukma dan warga desa.
"Sukma, kamu yakin pemuda itu bisa menolong kita?", ujar seorang banci pria lainnya.
"Kalau memang benar dia adalah si Pendekar Biru, mungkin dia lah satu-satunya harapan kita untuk terlepas dari kutukan Tiga Roda", ujar Sukma.
- Bersambung...